BERBAGI SEBUAH KUE YANG BEGINI… 分享一個這樣的餅
Saat kecil, saya memiliki sebuah masalah yang biar dipikirkan bagaimanapun tetap tidak memperoleh jawabannya. Kisah ini terjadi pada sebuah kampung di Hua Lien, karena kekurangan barang kebutuhan, anak-anak jarang sekali bisa makan permen, kalau melihat permen atau biskuit akan sangat tergiur. Tetapi orang tua kalau membagikan permen pasti menyuruh kami untuk berbagi. Saya bukanlah Khung Zung (孔融), berbagi adalah hal yang sangat menderita, terlebih ketika memperbandingkan antara besar dan kecil.
Waktu itu yang paling sering dimakan adalah semacam kue yang di tengahnya terdapat sebuah lubang. Usia kakak 3 tahun lebih besar, saya sering disuruh untuk berbagi kue yang seperti itu dengannya. Karena umurku lebih kecil, yang besar harus mengalah, maka nenek berkata: “kakak yang membagi, adik yang memilih dulu.” Setelah kakak selesai membagi kue menjadi dua bagian dengan hati-hati, maka saya harus lebih hati-hati lagi memilih bagian mana yang lebih besar.
Dengan susah payah selesai memilih, saya dan kakak sama-sama memegang sepotong kue. Kakak enggan langsung memakannya, diletakkannya di atas telapak tangan, menganggapnya sangat berharga dan kelihatan begitu puas. Melihat demikian, waktu itu saya tiba-tiba merasa “tertipu”, pasti bagian yang ia dapat lebih besar. Karena sebagai adik, dengan sedikit curang sudah bisa menukarkannya. Setelah ditukar saya langsung memakannya, dengan dua tiga kali gigit sudah habis. Dan melihat ke kakak lagi, kakak masih saja dengan pelan menikmati kue itu dengan ekspresi begitu manis dan wangi.
Saya memang bukanlah bakat perdana menteri, sampan kecil saja tidak bisa saya tampung. Keirian dan kecurigaan pun timbul, lalu berpikir: “pasti yang pertama saya ambil itu lebih besar.” Setiap kali membagi kue selalu menggunakan segala cara, tetapi terakhir masih saja merasa kalau bagian kakak lebih besar.
Setelah dewasa, hal serupa juga sering muncul. Ketika menaiki kereta, saya dengan orang yang duduk di samping sama-sama memegang koran yang sama. Kulihat terus korannya, selalu saja terlihat pada korannya terdapat berita yang lebih menarik. Saat masuk militer, saya merasakan bahwa diri sendiri adalah orang yang “paling apes” di antara teman-teman, lebih menderita dibandingkan yang diutus pergi ke Cin Men (金門 - sebuah pulau di Prov. Fu Cien, Tiongkok). Mark Twain (馬克吐溫- seorang penulis terkenal dari Amerika) membantu saya menjawab masalah ini.
Dalam ceritanya mengenai kisah Tom Sawyer (湯姆), Tom disuruh bibinya untuk mengecat tembok pagar. Mengecat pagar di bawah teriknya sinar matahari adalah pekerjaan yang sangat susah. Tadinya Tom bekerja dengan muka cemberut dan tidak ikhlas. Kemudian pikirannya terbuka dan menganggap dirinya sebagai seorang pelukis terkenal yang sedang menciptakan sebuah lukisan tembok, lalu menampilkan ekspresi seakan-akan dengan konsentrasi penuh melakukannya.
Tidak disangka, baru beberapa menit kemudian sudah menarik perhatian seorang anak yang memiliki penyakit yang sama dengan saya, dia menganggap pekerjaan Tom lebih menarik dibandingkan dia yang sedang makan apel. Lalu ia pun menukarkan apelnya dengan “Hak” untuk mengecat pagar. Dengan cara ini, Tom tidak hanya dapat menyelesaikan pekerjaannya dalam setengah hari, bahkan di dalam saku masih bertambah beberapa gundu dan mainan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar